Akhlak Diri Sendiri: Hubbul Amal dan Istiqomah

Akhlak Diri Sendiri: Hubbul Amal dan Istiqomah

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Agama 4 (Akhlak) yang diampu oleh:

Achmad Slamrt, Drs.,M.S.I

Disusun Oleh :

  1. Umi Hindun
  2. Desiana Khusnul Khatimah

Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

2017

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat illahi rabbi, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayahnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sesuai waktu yang telah diberikan. Sholawat dan salam juga tetap kami haturkan ke pangkuan Nabi agung, Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Karena dengan kuasa Allah lah, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dan disusun berdasarkan tugas perkuliahan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu tugas makalah ini yang berjudul “Akhlak Diri Sendiri : Hubbul Amal dan Istiqomah” selaku pengampu mata kuliah Agama 4 (Akhlak) dan juga sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Merupakan suatu harapan pula, semoga dengan terselesaikannya makalah ini, pembaca bisa bersemangat dan termotivasi lagi untuk mengenal lebih jauh tentang ilmu kejiwaan. Penulis juga berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat tercatat dan bisa menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah lain yang lebih baik dan bermanfaat. Aamiin.

 

Jepara, 29 April 2017

Penulis

 

Daftar Isi

Kata Pengantar ………….………………………………………………………….  i

 

Daftar Isi …………………………………………………………………………. ii

 

BAB I: PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang ………………………………………………….………… 1
  2. Rumusan Masalah ……………………………………………..…………. 1
  3. Tujuan Penulisan……………………………………………..…………….. 2
  4. Manfaat Penulisan…………………………………………………………………………. 2

 

BAB II: LANDASAN TEORI

  1. Hubbul Amal………………………………………………………………………………….. 3
  2. Pengertian Hubbul Amal…………………………………………………………….. 3
  3. Hikmah Hubbul Amal………………………………………………………………… 5
  4. Membiasakan berprilaku Hubbul Amal ……………………………………….. 6
  5. ………………………………………………………………………………………. 6
  6. Pengertian Istiqomah …………………………………………………………………. 6
  7. Tahap-tahap Istiqomah ………………………………………………………………. 8
  8. Membentuk sikap Istiqomah ……………………………………………………… 9
  9. Hakikat dan Anjuran Istiqomah ………………………………………………… 10
  10. Keutamaan Istiqomah ………………………………………………………………. 11

 

BAB III: PEMBAHASAN

  1. Hubbul Amal………………………………………………………………………………… 12
  2. …………………………………………………………………………………….. 13

 

BAB III Penutup

  1. …………………………………………………………………………………….. 16
  2. ………………………………………………………………………………………….. 16
  3. ………………………………………………………………………………………. 16

 

Daftar Pustaka  ……………..…………………………………..………..……… 17

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah

Akhlak terhadap diri sendiri pada dasarnya mutlak diperlukan oleh semua manusia utamanya bagi seluruh umat muslim. Seorang muslim adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Siapapun dia, seorang muslim tentu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah diperbuat terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itulah, islam memandang bahwa setiap muslim harus menunaikan etika dan akhlak yang baik terhadap dirinya sendiri, sebelum  berakhlak yang baik kepada orang lain. Dan ini sering dilalaikan oleh kabanyakan kaum muslim

Allah telah menentapkan jalan yang harus ditempuh oleh manusia sesuai dengan syari’at yang telah ditetapkan, sehingga seseorang senantiasa istiqomah dan tegak diatas syari’atnya, selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Seorang hamba Allah yang mempunyai kaitannya antara hablu minallah dan hablu minananas. Dan sebagai hablu minanas diharapkan bisa hubbul amal dan istiqomah.

Kita sebagai sebagai hablu minanas harus mempunyai akhlak bekerja keras. Karena dalam islam membenci orang yang pengguran, malas dan kebodohan, hal itu maut yang lambat laun akan mematikan semua daya kekuatan dan menjadi sebab kerusakan di dunia dan di akhirat.

Oleh karena itu sebagai generasi muda mendatang, harus senantiasa menjadi orang yang mencintai pekerjaan agar tidak malas dan menghindari kebodohan. Sebab itu Akhlak akan membahas tentang Hubbul Amal dan Istiqomah.

 

  • Rumusan Masalah
  • Bagaimana Hubbul Amal itu?
  • Bagaimana Istiqomah itu ?
  • Tujuan Masalah
  • Untuk mengetahui apa itu Hubbul Amal.
  • Untuk mengetahui apa itu Istiqomah.
  • Manfaat Penulisan
  • Secara Teritis

Mahasiswa bisa bertambah ilmu dan wawasan dari teori yang telah dijabarkan dalam makalah ini, yang mengambil dari beberapa referensi buku dan juga dari makalah yang mambahas hal yang sama.

  • Secara Praktis

Mahasiswa dapat menerapkan atau mempraktekkan bentuk dari Hubbul Amal (Bekerja Keras) dan Istiqomah. Agar dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

  • Hubbul Amal
  • Pengertian Hubbul Amal

Hubbul amal ialah mencintai apa yang kerjakan atau bekerja keras. Hubbul Amal adalah salah satu akhlak islami. Bekerja keras merupakan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu yang diinginkan atau cita-citakan. Kerja keras dapat dilakukan dalam segala hal, mungkin dalam bekerja mencari rizki, menuntut ilmu, berkreasi, membantu orang lain, atau kegiatan yang lain.

Bekerja keras adalah salah satu ajaran islam yang wajib dibiasakan oleh umatnya. Islam menganjurkan umatnya agar selalu bekerja keras untuk mencapai harapan dan cita-cita.

Dalam keteladanan akhlak, mengatakan bahwa Islam membenci pengangguran, kemalasan dan kebodohan karena hal itu merupakan maut yang lambat laun  akan mematikan semua daya kekuatann dan menjadi sebab kerusakan di dunia dan akhirat.(Al-Hufiy, 2000)

Bekerja keras tidak hanya fisik. Akal dan pikiran harus terus digunakan untuk memikirkan sesuatu yang lebih baik. Kemalasan akal atau malas berfikir lebih jelek dari pada malas badan. Orang yang cerdas  tetapi malas berfikir akan merusak jiwa, karena pikiran-pikiran yang buruk serta rusak ada dalam tubuh manusia yang malas dan lemah. Orang yang malas akan menjadi gelisah hatinya, lemah badannya dan membenci kehidupan walaupun memiliki harta yang cukup. Terkait dengan hubbul amal/ kerja keras Allah berfirman dalam  surat Al-Qashash ayat 77:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagian) negri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmundari (kenikmatan) duniawi dan berbuatlah (kepada orang lain) sebaigamana Allah telah berbuat baik, kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dengan demikian sikap bekerja keras dapat dilakukan dalam menuntut ilmu, mencari rizki, dan menjalankan  tugas sesuai dengan profesi masing-masing.

Selain itu Allah berfirman juga dalam surat At-Taubat ayat 105:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akn dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Ayat diatas mengajarkan bahwa kita tidak saja melakukan ibadah khusus, seperti shalat, tetapi juga bekerja untuk mencari apa yang telah dikaruniakan Allah dimuka bumi ini. Baha dalam surat At-Taubah diatas menguisyaratkan baha kita harus berusaha sesuai dengan kemampuan kita dan hal itu akan diperhitungkan oleh Allah Swt. Orang yang beriman dilarang bersifat malas, berpangku tangan dan menunggu keajaiban menghampirinya tanpa adanya usaha. Allah menciptakan alam beserta isinya diperuntukkan untuk manusia. Namun untuk memperoleh mamfaat dari alam ini, manusia harus berusaha dan bekerja keras. Rasulullah Saw juga menganjurkan umatnya untuk bekerja keras.

Namun dalam hal ibadah khususnya, seperti shalat, hendaknya kita beranggapan baha seolah-olah kita kan mati esok hari sehingga kita bisa beribadah dengan khusyu’. (Ibrahim dan Darson, 2009 : 32)

Semua orang yang bekerja dapat dijadikan pekerjaan dan segala aktivitasnya sebagai ibadah asalkan mereka berpegang pada ketentuan-ketentuan berikut ini;

  • Harus menyesuaikan semua pekerjaan dengan aturan agam yang berlakudalam ajaran islam.
  • Sebelum melakukan pekerjaan hendaknya memulai dengan niat yang suci dan hati yang tulus.
  • Setiap pekerjaan hendaklah dilakukan dengan baik dan benar.
  • Hikmah Hubbul Amal

Allah Swt memerintahkan supaya bekerja keras karena banyak hikmah dan manaatnya, baik bagi orang yang bekerja keras maupun terhadap lingkungnnya. Diantara hikmah bekerja keras tersebut adalah sebagai berikut :

  • Mengembangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat, pengetahuan maupun ketrampilan.
  • Membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan displin.
  • Mengangkat harkat martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
  • Meningkatkan taraf hidup orang banyak serta meningkatkan
  • Kebutuhan hidup diri dan keluarga terpenuhi.
  • Membiasakan berprilaku Hubbul Amal

Untuk dapat memiliki sikap bekerja keras, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  • Selalu menyadari bahwa hasil yang diperoleh dari jerih payahnya sendiri lebih terpuji dan mulia dari pada menerima pemberian orang lain.
  • Menyadari sepenuhnya bahwa memberi lebih mulia dari pada meminta
  • Memiliki semboyan tidak suka mempersulit orang lain dengan mengharap bantuannya.
  • Islam memuji sikap bekerja keras dan mencela meminta-minta. (Masan Alfat, 2003 : 83)
  • Istiqomah
  • Pengertian Istiqomah

Istiqomah secara etimologi, istiqomah berasal dari istiqoma-yastaqimu yang berarti tegak lurus. Dalam terminologi akhlak istiqomah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam rintangan dan godaan. Perintah untuk berprilaku istiqomah dinyatakan dalam firman Allah yakni dalam surat Asy Sura ayat 15

“maka karna itun serulah (mereka pada agama itu) dan istiqomahlah sebagaimana yang diperintahkan kepadamu janganlah kamu mengikuti hawa nasu mereka.”

Sedangkan pengertian istiqomah menurut para ahli ialah :

  • Abu AL-Qasim al Qusyairi

Istiqomah adalah sebuah tingkatan yang menjadi pelengkap dan menyempurnakan segala urusan. Lantaran istiqomahlah segala kebaikan berikut aturannya dapat terujud. Orang yang tidak dapat istiqomah dalam melakukan urusannya pasti akan sia-sia dan mengalami kegagalan.

  • Al-Wasithi

Istiqomah adalah Siat yang bisa menjadikan sempurnanya kebaikan.

  • Ali Ad-Daqqaq

Istiqomah adalah menegakkan atau membentuk sesuatu ada tiga derajat pengertian. Menyehatkan, meluruskan dan berlaku lurus. Membentukn sesuatu menyangkut disiplin jiwa, iqomah berkaitan dengan penyempurnaan dan istiqomah berhubungan dengan tindakan mendekatkan diri pada Allah Swt. (Teja Suar, 2004)

Dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan unsur-unsur utama istiqomah, yakni :

  • Berpegang pada akhidah yang benar, yakni akidah Ahlu sunnah aljamaah.
  • Melaksanakan tuntutan syariat islam berpandukan pada Al-Qur’an dan hadits.
  • Mempunyai prinsip dan keyakinan yang tidak akan berubah atau goyah.
  • Tidak terpengaruh oleh godaan hawa nasu dan syaitan.
  • Tidak tunduk pada tekanan demi melaksanakan tanggung jawab dan mempertahankan kebenaran.

Begitu pentingnya istiqomah sampai Nabi Muhamaad Swa berpesan kepada seseorang seperti dlam hadits berikut :

“Dari Abu Sufyan bin Abdillah R.a telah berkata : wahai rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam islam sehingga aku tidak perlu berkata pada orang lain selain engkau. Nabi menjawab : katakanlah aku telah beriman kepadan Allah kemudian beristiqomah.”

Orang yang istiqomah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun  dihadapkan pada tantangan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap  memperhatikan halal haram, di caci di puji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan.

  • Tahap-tahap Istiqomah

Ada tiga tahap istiqomah yang perlu berlaku serentak :

  • Istiqomah hati

Istiqomah ini senantiasa teguh dalam mempertahankan kesucian iman dengan cara menjaga kesucian hati dari pada siat syirik, menjauhi sifat-sifat cela sepertri ria dan menyuburkan hati dengan sifat  terpuji terutamanya ikhlas. Dengan kata-kata lain istiqomah hati bermaksud mempunyai keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran Allah Swt. Firman Allah surat Al-Furqan ayat 32

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا

“Dan orang-orang kafir berkata: mengapa tidak diturunkan Al-Qur’an itu kepada muhammad semua sekali (dengan sekaligus) ? diturunkan Al-Qur’an dengan cara  yang demikian hendak menetapkan hatimu (wahai Muhammad) dengannya dan kami menyatakan bacaannya kepadamu dengan teratur satu persatu”

  • Istiqomah lisan

Istiqomah ini memelihara lisan atau tutur kata dari pada kata-kata yang senantiasa  berkata benar dan jujur, setepat kata yang yang berpegang pada prinsip kebenaran dan jujur, tidak berpura-pura, tidak bermuka-mukda dan tidal berdolak-dalik.

Istiqomah lisan terdapat terdapat pada orang yang beriman, berani  menyatakan dan mempertahankan kebenaran dan hanya takut kepada Allah Swt. Allah pun berfirman pasa surat Ibrahim ayat 27

“Allah menetapkan (pendirian) orang-orang yang beriman dengan kalimah yang tetap teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”

  • Istiqomah perbuatan

Istiqomah ini tekun bekerja atau melakukan amalan atau melakukan apa saja usaha  untuk mencpai kejayaan yang di ridhoi Allah. Dengan kata lain istiqomah perbuatan merupakan sikap dedikasi dalam melakukan sesuatupekerjaan, perusahaan dan perjuangan menegakkan kebenaran, tanpa rasa kecewa, lemah semangat atau putus asa. Sikap ini menjadi begitu rupa karena dorongan hati yang istiqomah.

 

 

  • MEMBENTUK SIKAP ISTIQOMAH

Sikap Istiqomah dapat di bentuk dengan menanamkan unsur-unsur yang berikut ke dalam diri untuk kehidupan di dunia dan di akhirat.

  • Semangat dan daya juang yang tinggi serta tidak mudah mengalah atau berputus asa.
  • Prinsip yang benar berasaskan Al-Quran dan hadis Rasullah
  • Ilmu dan maklumat yang cukup.
  • Strategi yang kemas dalam perjuangan.
  • Usaha yang berterusan.
  • Yakin kepada takdir dan janji Allah Taala.
  • Berdoa dan bertawakal.
  • Bersyukur dan redha.

Sikap ini dapat diteladani daripada Rasullallah SAW, para sahabat, para mujahid, syuhada’ dan salihin seperti yang tertera di dalam gambaran sejarah.

  • HAKEKAT DAN ANJURAN ISTIQOMAH

Istiqomah artinya tegak dan lurus serta tidak condong. Dalam artian, sebagaimana ungkapan Umar Ibnul Khattab ra, tegar dan komit dalam menunaikan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan tuntunan Rasullullah SAW. Disamping tidak condong atau menyimpang kepada jalan-jalan lain yang menjerumuskan ke jurang kebinasaan. Definisi ini, sebenarnya telah diisyaratkan Rasulullah SAW,  tatkala membuat suatu garis lurus dengan tangan beliau, seraya bersabda:

“Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau membuat garis-garis lain di samping kiri dan kanannya, dan bersabda: “Ini adalah jalan-jalan (yang lain), tidak ada satupun darinya melainkan padanya ada syetan yang menyeru kepadanya”. Beliau lalu membaca ayat: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia; dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu akan mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya”. (Qs. Al An’am ayat 153)

  • KEUTAMAAN ORANG YANG BISA TERUS ISTIQOMAH

Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali. Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah SWT:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)

Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:

  • Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
  • Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
  • Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan As Sudi.

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

  • Hubbul Amal

Bekerja keras merupakan melakukan segala sesuatu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau yang dicita-citakan. Dan islam mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan urusan diakhirat. Bekerja juga untuk duania juga harus seimbang dengan beribadah di akhirat. Khusus untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan dunia, syaratnya harus dengan usaha dan bekerja keras.

Bekerja keras telah dicontohkan Rasulullah dan para sahabatnya, beliau bekerja keras dengan cara berdagang untuk membantu perekonomian Abu Thalib. Usman bin Afan bekerja keras hingga menjadi orang yang sukses. Contoh lain dapat ditemukan dalam sebuah hadits yang mengisahkan bahwa seorang sahabat yang meninggalkan urusan dunia agar lebih khusyu’ beribadah. Sahabat tersebut berniat terus menerus verpuasa dan beribadah sepanjang hari, mendengar berita tersebut Rasulullah bersabda baha orang-orang yang meninggalkan dunia dan lebih mengutamakan dunia akhirat, bukan termasuk golongannya. Hadits lain juga menunjukkan pentingnya untuk bekerja keras, sdeperti yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi bahwa Rasulullah pernah bersabda yang artinya :

“berbuatlah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok hari.”

Dalam riwayat Bukhori dijelaskan bahwa Rasulullah juga pernah meningatkan para sahabatnya agar tidak mencari jalan termudah dalam bekerja, misalnya dengan cara meminta-minta.

Orang yang ketika di dunia memilih untuk bekerja mencari rizki dengan cara meminta-minta, pada hari akhir akan dibalas dengan meminta-minta panasnya api neraka.

Contoh lain dari kereja keras, pak jahid seorang pedagang sayuran yang bekerja tanpa kenal lelah . suatu hari usaha yang dilakukan pak jahid kurang menguntungkan karena sayuran yang sudah dibawa kepasar induk tidak habis terjual. Pak jahid terus berusaha supaya daganganya laris terjual dan hasilnya diserahkan kepada istrinya untuk membiayai keluarganya.

Untuk membiasakan berprilaku Hubbul amal atau bekerja keras harus dilandasi dengan niat yang baik. Niat untuk beribadah kepada Allah Swt. Awal suatu pekerjaan harus dengan menyebut nama Allah dan dilakukan dengan cara sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Dan setelah bekerja akhirilah dengan menyebut nama Allah dan setelah itu hasilnya serahkanlah kepada Allah Swt.

  • Istiqomah

Sikap istiqomah menunjukkan kekuatan iman yang merasuki seluruh jia, sehingga seseorang tidak akan mudah goyah dan cepat menyerah pada tantangan dan tekanan.

Contoh saat kita melakukan sholat tahajud terus menerus untuk meminta pertolongan kepada sang maha kuasa untuk dijalankan urusan dunianya. Dan merekapun tidak pernah gampang menyerah walaupun do’a yang dipanjatkan belum terkabul.

Mereka yang memiliki jiwa istiqomah adalah tipe manuisia yang merasakan tekanan luar biasa walau penampakkannya diluar bagai seorang yang gelisah. Mereka tentram karena apa yang dilakukan merupakan rangkaian ibadah sebagai bakti mahabah. Tidak ada rasa takut apa lagi keraguan.

Kegelisahan yang dimaksud janganlah ditafsuirkan sebagai resah. Dari sikap dinamis atau sebuah obsesi kerinduan untuk menyerahkan seluruh daya dan akal budinya agar hasil pekerjannya berakhir dengan baik dan sempurna.

Dengan demikian istiqomah bukanlah berarti sebuah sikap yang jumud, tidak mau adanya perubahan, namun sebuah kondisi yang tetap konsisten menuju arah yang diyakininya dengan tetap terbuka terhadap gagasan inovatif yang akan menunjang atau memeberikan kontribusi positif ubtuk mencapai tujuannya.

Menutut Dr. Nurcholis Madjid kesalahan itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqomah mengandung makna yang statis. Istiqomah memang mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandekkan, namun lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis.

Pribadi yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten yaitu kemampuan untuk bersikap pantanga menyerah mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya. Walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan dan mengelola emosinya secara efektif. Sikap konsisten telah melahirkan kepercayaan diri yang kuat dan memiliki integritas dan mampu mengelola stres dengan tetap penuh gairah. Seorang yang istiqomah tidak mudah berbelok arah betapapun godaannya untuk mengubah tujuan begitu memikatnya. Dia tetap pada niat yang semula.

Istiqomah berarti berhadapan dengan segala rintangan, konsisnten berarti ia masih tetap menapaki jalan yang lurus walaupun sejuta halanagan menghadang. Istiqomah akan membuahkan keselamatan dari segala macam yang dicintai. Orang yang beristiqomah juga akan dianugrahi kekokohan dan kemenangan serta kesuksesan memerangi hawa nafsu.

Beruntulah orang yang mampu beristiqomah dalam melakukan ketaatan kepada Allah Swrt. Khusunya pada zaman seperti ini, saat, cobaan, ujian dan godaan selalu menghiasi kehidupan siapa saja yang kuat imannya akan menuai keberuntungan yang besar dan siapapun saja yang lemah imannyaakan tersunggkur ditengah belantara kehidupan dan mengecap pahitnya kegagalan.

Maka dari itu kita senantiasa meningkatkan iman dan memohon kepada Allah agar bisa istiqomah dalam beramal shaleh. Terlebih dalam dua hal, yaitu istiqomah dalam keikhlasan mengikuti ajaran Allah dan Rasul.

 

BAB IV

PENUTUP

  • Simpulan
  • Kerja keras merupakan akhlak terpuji yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang, terutama bagi seorang pelajar dalam proses pendidikan.
  • Istiqomah adalah tegak dihadapkan Allah Swt atau tetap pada jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan memenuhi janji, baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niatatau pendek kata yang dimaksud dengan istiqomah adalah menempuh jalan yang lurus dengan tidak menyimpang dari ajaran tuhan. Istiqomah juga bisa diartikan dengan tidak goncang gancing dalam menghadapi kehidupan dengan tetap bersandar dengan tetap perpegang pada tali Allah st dan sunnah Rasul.
  • Saran

Atas ijin Allah yang maha kuasa, kami dapat menyelesaikan dan mewujudkan makalah ini sebagaimana niat pertama yakni untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh pengampu Agama 4. Dalam makalah ini tentu masih ada kekurangan dan mungkin terdapat kekeliruan atau ketidakcocokan di hati pembaca. Maka dari itu, diperlukan ungkapan kritik dan juga saran dari para pembaca demi kualitas makalah yang lebih baik lagi.

Dari makalah ini penulis selalu berharap semoga apa yang ada di dalam makalah ini bisa bermanfaat dan berguna untuk pembaca supaya bisa diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata. Kami menyadari sepenuhnya bahwa  makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami selaku penulis meminta maaf. Selamat membaca.

  • Penutup

Alhamdulillah atas ijin tuhan semesta alam kami dapat menyelesaikan dan mewujudkan makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh pengampu mata kuliah Agama 4. Dalam makalah ini tentu masih ada kekurangan dan mungkin banyak ketidak cocokkan di hati pembacca demi kualitas makalah yang lebih baik.

Dari penulisan makalah ini, penulis berharap semoga tulisan yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata. Kami meminta maaf atas kekurangan yang kami perbuat baik disengaja maupun tidak. Demikian dari kami, atas perhatianya mengucapkan banyak terimakasih.

 

DAFTAR PUSTAKA

Suar,Teja. 2004. Islam Saja! Bekal bagi pemuda Muslim. Bandung : Kalam Upi Press.

Ibrahim dan Darsono. 2009. Membangun Akidah dan Akhlak. Solo: PT. Tiga Serangkai  Pustaka Mandiri.

Multahim, dkk. 2007. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Yudistira.

Anwar, Rasihon. 2009. Akhlak Tasawuf. Bandung Pustaka Media.

 

 

KEPEMIMPINAN MANAJEMEN DAKWAH

KEPEMIMPINAN MANAJEMEN DAKWAH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manejemen Dakwah yang diampu oleh:

Murniati, S.Sos.I.,M.S.I

Disusun Oleh :

Nama   : Umi Hindun

Nim     : 151510000317

Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

2017

 

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat illahi rabbi, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayahnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sesuai waktu yang telah diberikan. Sholawat dan salam juga tetap kami haturkan ke pangkuan Nabi agung, Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Karena dengan kuasa Allah lah, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dan disusun berdasarkan tugas perkuliahan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu tugas makalah ini yang berjudul “Kepemimpinan Manajemen Dakwah”. Khususnya kepada Murniati, S.Sos.I.,M.S.I selaku pengampu mata kuliah Manajemen Dakwah dan juga sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Merupakan suatu harapan pula, semoga dengan terselesaikannya makalah ini, pembaca bisa bersemangat dan termotivasi lagi untuk mengenal lebih jauh tentang ilmu kejiwaan. Penulis juga berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat tercatat dan bisa menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah lain yang lebih baik dan bermanfaat. Aamiin.

 

Jepara, 02 April 2017

Penulis

 

 

 

Daftar Isi

Kata Pengantar ………….………………………………………………………….  i

 

Daftar Isi …………………………………………………………………………. ii

 

BAB I             Pendahuluan

  1. Latar Belakang ………………………………………………….………… 1
  2. Rumusan Masalah ……………………………………………..…………. 1
  3. Tujuan Penulisan……………………………………………..…………….. 2

 

BAB II Pembahasan

  1. Definisi Kepimpinan dalam konsep Manajemen Dakwah ………………….. 3
  2. Karateristik seorang pemimpin atau manajer Dakwah ………………………. 7
  3. Kemampuan Kepemimpinan Manajemen Dakwah …………………………. 10
  4. Peran Kepemimpin Dakwah dalam pengembangan Sumber Daya Manusia …………………………………………………………………………………….. 11

 

 

BAB III Penutup

  1. …………………………………………………………………………………….. 14
  2. …………………………………………………………………………………………… 14

Daftar Pustaka  ……………..…………………………………..………..……… 15

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Sebagaimana lazimnya, definisi kepemimpinan lebih terfokus kepada watak, sifat dan karakter yang dibawa oleh seseorang untuk menjalankan roda kepemimpinannya, dalam rangka memengaruhi, menggerakkan, mengarahkan pikiran serta perbuatan masyarakat dengan menggunakan ilmu, seni dan ketrampilan tertentu. Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan dakwah maka semua elemen yang tercakup dalam pengertian harus dikemas secara utuh dan terpadu oleh setiap da’i dalam melaksanakan dakwahnya, sehingga proses dakwahnya menjadi semakin bermutu dan berarah.[1]

Dengan kata lain pemimpin dakwah adalah orang yang menggerakkan orang lain yang ada di sekitarnya untuk mengikutinya dalam proses mencapai tujuan   dakwah.   Seorang   pemimpin   dakwah   harus   harus   berusaha mengembangkan   motif-motif   dalam   diri   sasaran   dakwah   serta   mengarahkan motif-motif tersebut kearah tujuan dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus memiliki   sifat-sifat   dan   cirri-ciri   dinamis   yang   dapat   mempengaruhi   dan menggerakkan orang kea rah satu tujuan sehingga terciptalah suatu dinamika di kalangan pengikutnya  yang  terarah   dan   bertujuan.  Selain cirri-ciri pemimpin secara umum islam   menggariskan   cirri pemimpin  yang   paling esensial yaitu keimanan dan ketaatan kepada Allah.

 

  1. Rumusan Masalah
  2. Bagaimana Definisi Kepimpinan dalam konsep Manajemen Dakwah ?
  3. Bagaimana Karateristik seorang pemimpin atau manajer Dakwah ?
  4. Bagaimana Kemampuan Kepemimpinan Manajemen Dakwah ?
  5. Bagaimana Peran Pemimpin Dakwah dalam pengembangan Sumber Daya Manusia ?
  6. Tujuan Masalah
  7. Untuk mengetahui Definisi kepimpinan dalam Konsep Manajemen Dakwah.
  8. Untuk Mengetahui Karateristik seorang pemimpin atau manajer Dakwah.
  9. Untuk Mengetahu Kepemimpiunan Manajemen Dakwah.
  10. Untuk mengetahui Peran Pemimpin Dakwah dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Definisi Kepimpinan dalam konsep Manajemen Dakwah

Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin, membimbing, mempengaruhi, mengontrol pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain. Dari pengertian umum tersebut dapat dipahami bahwa kepemimpinan merupakan tindakan atau perbuatan seseorang yang menyebabkan seseorang atau kelompok lain menjadi bergerak ke arah tujuan-tujuan tertentu. [2]  Terdapat beberapa istilah dalam Al-Qur’an  yang merujuk dalam pengertian pemimpinan. Pertama, kata umara’ yang sering juga disebut dengan ulil amri dan khadimul ummah. Khadimul ummah diartikan sebagai pelayanan umat. Sedangkan istilah ulil amri dan umara’ tergambar dalam surat An-Nisa’ : 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka ia kembalikan ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [3]

Sedangkan pengertian secara khusus dapat dilihat dari beberapa pendapat, yakni :

  1. Haiman, berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing, memengaruhi pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain.
  2. Munson, berpendapat bahwa kepemimpinan sebagai kemampuan menghendel orang lain untuk memperoleh hasil maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dsn kerja sama yang besar.
  3. John Pfifner, berpendapat bahwa kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasi dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan. [4]

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa seseorang dapat disebut pemimpin apabila seseorang itu dapat memengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku orang lain, baik dalam bentuk individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Proses memengaruhi tersebut dapat berlangsung meskipun tidak ada ikatan-ikatan yang kuat dalam suatu organisasi, karena kepemimpinan lebih menitik beratkan pada fungsi bukan pada struktur. Di samping itu kepemimpinan juga harus dimiliki oleh orang yang menyampaikan dakwah. Karena dalam lapangan dakwah akan banyak terjadi interaksi atau kerja sama antara satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

Sementara itu, manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya melakukan koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan kepemimpinan dakwah adalah suatu sikap atau sifat pemimpin yang dimiliki oleh seorang yang menyampaikan dakwah yang mendukung fungsinya untuk menghadapi publik dalam berbagai kondisi dan situasi.

Adapun Kepemimpinan manajemen dakwah merupakan suatu kepemimpinan yang berfungsi dan peranannya sebagai manajer suatu organisasi atau lembaga dakwah yang bertanggung jawab atas jalannya semua fungsi manajemen, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

Secara umum tujun dan kegunaan manajemen dakwah merupakan untuk menuntun dan memberikan arah agar pelaksanaan dakwah dapat diwujudkan secara profesional dan proposianal, artinya, dakwah harus bisa dikemas dan dirancang sedekimian rupa, sehingga gerak dakwah merupakan upaya nyata sejuk dan menyenangkan dalam usaha meningkatkan kualitas akidah dan spiritual, sekaligus kualitas kehidupan sosial , ekonomi, budaya dan politik umat dalam kehidupan masyarakat, baerbangsa dan bernegara.

Jadi pada hakikatnya tujuan manajemen dakwah disamping memberikan arah juga dimaksud agar pelaksanaan dakwah tidak lagi berjalan secara konvensional seperti dalam bentuk pengajian dengan tatap muka tanpa pendalaman materi, tidak ada kurikulum, jauh dari interaksi yang diologis dan sulit untuk dievaluasi keberhasilannya.

Kepemimpinan sebagai konsep manajemen dakwah dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Kepemimpinan sebagai salah satu seni dalam berdakwah untuk mencapai kesesuaian dalam mencari titik temu. Itu berarti, bahwa setiap pemimpin atau manajer harus mampu bekerja sama dengan anggota organisasinya untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan.
  2. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasif dan inspirasi dalam dakwah. Di mana kepemimpinan yang dimaksud ialah sebagaimana suatu kemampuan mempengaruhi umat yang dilakukan bukan melalui paksan melainkan melalui himbauan dan persuasif.
  3. Kepemimpinan adalah kepribadian yang memiliki pengaruh. Dalam kepemimpinan dakwah ini bersifat nilai-nilai pribadi yang mengacu pada akhlak Rasulullah yang merupakan sumber utama. [5]

Dari semua konsep manajemen dakwah mengenai kepemimpinan maupun manajer, sebenarnya terdapat perbedaan-perbedaan mengenai fungsi yang diemban masing-masing. Di sini dibedakan, bahwa tidak semua pemimpin itu manajer . seorang manajer yang diberi hak-hak tertentu dalam suatu organisasi dan belum tentu juga itu menjadi pemimpin yang efektif. Akan tetapi kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang didapat dari luar struktur formal adalah sama atau bahkan lebih pentring dari pengaruh luar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin dapat muncul secara informal dari suatu kelompok dan dapat pula ditujuksn secara formal.

Untuk lebih jelasnya ini perbedaan tugas manajer dakwah dan pemimpin dakwah sebagai berikut :

No. Tugas Pemimpin Dakwah Tugas Manajer Dakwah
1.

 

Mengembangkan visi serta menetapkan arah dan strategi lembaga dakwah untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang dibutuhkan agar mencapai visi Menetapkan rencana dan mengalokasikan sumber daya yang ada untuk mewujudkan rencana.
2. Menciptakan sebuah perubahan, sering kali dalam taraf yang dramatis, untuk menghasilkan perubahan yang sangat berguna bagi kemajuan perusahaan. Menciptakan taraf yang telah direncanakan untuk tetap menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
3. Memberikan motivasi bagi orang-orang untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam perubahan menuju perbaikan dengan cara memenuhi kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang sering tidak terpenuhi. Memamtau hasil-hasil yang dicapai dan melakukan sebuah identifikasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, serta membuat perencanaan kegiatan atau aktifitas dakwah dan pengorganisaian dakwah untuk menyesuaikan masalah-maslah yang ada.[6]

.

 

  1. Karateristik dan Kepemimpinan dalam Rangka Manajemen Dakwah

Untuk menjalankan organisasi dakwah dibutuhkan sebuah pemimpin/manajer yang handal. Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memadukan antara dimensi institusional dengan dimensi individual.

Adapun karateristik manajer dakwah yang ideal itu dapat dikategorikan sebagai berikut ;

  1. Amanah

Amanah merupakan kunci kesuksesan setiap pekerjaan dan sangat penting dimiliki oleh para manajer, karena seorang manejer di beri amah untuk mengelola organisasi dakwah yang cakupannya sangat luas dan memerhatikan hak-hak orang banyak, sebagaimana tergambar dalam surat Ali Imran ayat 26 ;

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“ katakanlah: Wahai tuhan yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engakau kehendaki. Engkau muliakan orang yang engkau kehendaki dan engkau dihinakan orang yang engkau kehendaki. Di tangan engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

  1. Memiliki ilmu dan keahlian

Seorang pemimpin harus menerapakan manajemen dengan mengetahui spesialisasi bidang pekerjaan dan ahli dalam spesialisasi tersebut. Karena tanpa ilmu dan keahlian, maka seorang manajer menjadi manajer tradisional yang hanya mengerjakan apa yang diketahui tentang pekerjannya.

  1. Memiliki kekuatan dan mampu merealisir

Jika seorang pemimpin  tidak memiliki kekuatan, maka tidak sanggup mengendalikan karyawannya dan jika pemimpin tidak memiliki potensi untuk merealisir keputusannya, maka pemimpin tersebut tidak lebih sebagai dekorasi yang diletakkan di atas jabatan.

  1. Rendah diri

Sebagaimana seorang pemimpin harus kuat tapi tidak keras, dan juga harus rendah diri, namun tidak lemah untuk mendapatkan hati seluruh anggota yang bekerja sama denganny. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Luqman ayat 18:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi karena angkuh. Sesungguhnya tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Sifat rendah hati bagi seorang pemimpin tidak akan menurunkan martabat, bahkan akan mengangkat derajat bagi seorang pemimpin, karena sifat sederhana itu sangat disenangi oleh Allah Swt.

  1. Toleransi dan sabar

Karena keduannya adalah syarat  bagi siapa saja yang memiliki kedudukan di muka bumi ini. Tanpa sifat kedua tersebut seseorang tidak mendapatkan kepemimpinan.

  1. Benar, adil dan dapat dipercaya

Pemimpin yang jujur, adil dan dapat dipercaya merupakan pemimpin yang dikehendaki oleh Allah Swt, karena Allah senantiasa menyuruh untuk berlaku adil dan berbuat baik kepada sesama.

  1. Musyawarah

Pemimpin yang sukses harus mampu mambangun suasana dialogis dan komunikasi yang baik antara seluruh komponen dalam organisasi dengan jalan melakukan musyawarah antar karyawan, sehingga seluruh komponen merasa ikutterlibat dan libatkan, sehingga melahirkan sikap sense of bilonging terhadap organisasi.

  1. Cerdik dan memiliki firasat

Pemimpin harus memiliki keceerdikan dan insting yang kuat dalam merespon fenomena yang ada, sehingga dapat membawa kesuksesan bagi seluruh organisasi.

Setelah memaparkan beberapa karateristik dari kepemimpinan dalam sebuah manajemen, maka selanjutkan ada baiknya juga diperhatikan tentang syarat-syarat kesuksesan dalam menjalankan sebuah manajemn organisasi atau lembaga dakwah,, di antaranya adalah sebagai berikut :

  1. Tersedianya informasi yang memadai, dapat menertipkan dengan baik, dan mengumpulkan pada semua lapisan anggota organisasi.
  2. Memudahkan sebuah komunikasi antarapara karyawan perusahaan dan tidak adanya perselisihan anatara atasan dengan bawahan.
  3. Adanya insentif (reward) untuk memotivasi, memuliakan para anggota yang berprestasi, dan memberi perhatian khusus pada anggota yang teledor.
  4. Serius dalam menghadapi masalah dan mengambil keputusan.
  5. Menentukan keahlian dan otoritas serta tidak tumpang tidih di dalamnya.
  6. Kejelasan dalam menentukan tujuan organisasi atau lembaga yang harusmdiketahui oleh para anggota di semua level, divisi atau departemen yang terkait.
  7. Mengetahui potensi para anggota dan mengarahkannya dengan pengrahan yang baik dan sehat.
  8. Kemampuan Kepemimpinan Manajemen Dakwah.

Sebagai  pemimpin dakwah harus  memiliki  beberapa kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban dengan baik. Secara umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam tiga hal, yaitu:

  1. Technical Skill

Ini adalah segala hal yang berkaitan dengan informasi dan kemampuan khusus tentang pekerjaannya. Seperti pengetahuannya dengan sifat tugasnya, tuntutan-tuntutannya, tanggung jawabnya, dan juga kewajiban-kewajibannya. Dalam hal ini dia harus berusaha untuk belajar dan menguasai informasi-informasi skill yang harus dikuasai dalam pekerjaannya.

  1. Human skill

Segala hal yang berkaitan dengan prilakunya sebagai individu dan hubungannya dengan orang lain dan juga cara berinteraksi dengan mereka. Termasuk disini adalah perilakunya dalam hubungan dengan kepemimpinan dan interaksinya dengan kelompok yang berbeda

  1. Conceptual Skill

Kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai masalah, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam   organisasi   serta   menyelaraskan   antara   berbagai   keputusan   yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi yang secara keseluruhan bekerja untuk meraih tujuan yang telah ditentukan.[7]

 

  1. Peran pemimpin Dakwah Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Peranan yang dimaksud yakni sebagai suatu rangkaian prilaku yang teratur, yang ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu, atau adanya suatu faktor yang mudah dikenal. Kepribadian seseorang yang mempengaruhi bagaimana suatu organisasi atau lembaga akan dijalaninnya.

Peranan timbul karena pemimpin memahami, bahwa bekerja itu tidak sendirian. Seorang pemimpin memiliki lingkungan yang setiap saat untuk berinteraksi dengan para karyawannya. Oleh karena itu pimpinan lembaga dakwah memiliki peran yang signifikan dalam mengembangkan para da’i. Sikap dan ekspektasi mereka akan menciptakan suasana baik menumbuhkan profesionalisme, maupun melemahkannya. Pemimpin dakwah yang cerdas melihat in servis deelopment sebagai proses pengembangan untuk para da’i unyuk melakukan pekerjannya dengan lebih baik . proses pengembanagn berlaku untuk siapa saja, baik yang sudah berkompenten maupun yang belum, mungkin yang berbeda hanya pada soal penekannya. Dan pemimpin dakwah harus mampu menumbuhkan kekuatan dan meningkatkan kapabilitas para anggotanya.

Pemimpin dalam lembaga dakwah harus mampu menciptakan sebuah inovasi dan perubahan dalam lembanya agar tidak berjalan secara monoton. Namun hal ini tidak berarti setiap pemimpin dakwah harus selalu melakukan inovasi, yang kadang kala justru dapat menghambat proses perubahan. Karena terjadi atau tidaknya pengembanganb para da’i tergantung pada positif dan negatifnya pemimpin dakwah itu sendiri.

Ada beberapa cara positif yang bisa dilakukan oleh pemimpin dakwah untuk mengembangkan kemampuan para da’i, yakni ;

  1. Pemimpin dakwah harus memiliki waktu yang cukup untuk melakukan perencanaan dan pelatihan.
  2. Menghadiri program pelatihan dakwah tersendiri.
  3. Menyediakan resouces dan bantuan logistik serta prasarana lainnya.
  4. Membuat kebijakan-kebijakan untuk mengenali dan menghargai individu-individu yang ingin berkembang.

Namun cara yang terpenting untuk menunjukkan komitmen pada pengembangan para da’i adalah pemimpin dakwah sendiri harus menjadi fitur yang kreatif dan inoatif dan selalu berusaha untuk belajar ilmu dan ketrampilan yang kemudian dibuktikan dalam sebuah aktualisasi realistis. Disamping menunjukkan sebuah dukungan pada pengembangan anggotanya. Pemimpin dakwah sendiri harus menggap kesalhan-kesalahnsendiri atau orang lainmerupakan peluang untuk kemajuan, bukan malah menyalahkannyasebagai hambatan. Para pemimpin organisasi dakwah juga harus menciptakan sebuah climate yang kondusif untuk pertumbuhan melaluim proses perumusan dan menilai setiap perkembanagn dan kemajuan.

 

BAB III

Penutup

  1. Kesimpulan

Kepemimpinan merupakan tindakan atau perbuatan seseorang yang menyebabkan seseorang atau kelompok lain menjadi bergerak ke arah tujuan-tujuan tertentu.

Untuk menjalankan organisasi dakwah dibutuhkan sebuah pemimpin/manajer yang handal. Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memadukan antara dimensi institusional dengan dimensi individual.

Pemimpin dalam lembaga dakwah harus mampu menciptakan sebuah inovasi dan perubahan dalam lembanya agar tidak berjalan secara monoton. Namun hal ini tidak berarti setiap pemimpin dakwah harus selalu melakukan inovasi, yang kadang kala justru dapat menghambat proses perubahan.

 

  1. Saran

Atas ijin Allah yang maha kuasa, kami dapat menyelesaikan dan mewujudkan makalah ini sebagaimana niat pertama yakni untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh pengampu mata kuliah Manajemen dakwah. Dalam makalah ini tentu masih ada kekurangan dan mungkin terdapat kekeliruan atau ketidakcocokan di hati pembaca. Maka dari itu, diperlukan ungkapan kritik dan juga saran dari para pembaca demi kualitas makalah yang lebih baik lagi.

Dari makalah ini penulis selalu berharap semoga apa yang ada di dalam makalah ini bisa bermanfaat dan berguna untuk pembaca supaya bisa diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata. Kami menyadari sepenuhnya bahwa  makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami selaku penulis meminta maaf. Selamat membaca.

Daftar Pustaka

            Munir, Muhamad dan Wahyu Ilaihi.2009. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kayo, Khatib Pahlawan. 2005. Kepemimpinan Islam dan Dakwah. Jakarta: Sinar grafika Offset.

Kayo, Khatib Pahlawan. 2007. Manajemen Dakwah (Dari Dakwah Konvensional menuji Dakwah Profesional. Jakarta: Sinar grafika Offset.

Ardi,Didi Munadi. 2012. Psikologi Dakwah. Bandung: Mimbar Pustaka.

 

 

[1] Khatib Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, (Jakarta: Sinar grafika Offset, 2005), hlm 95

[2] Khatib Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, (Jakarta: Sinar grafika Offset, 2005), hlm 7

[3] Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm 212

[4] Khatib pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah (Dari Dakwah konvensional menuju Dakwah profesional), (Jakarta: Sinar grafika Offset, 2007), hlm 60

[5] Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm 221

[6] Ibid, hlm226

[7] Didi Ardi Munadi. 2012. Psikologi Dakwah. Bandung: Mimbar Pustaka. Hal 103

 

 

 

 

METODE DAKWAH RASULULLAH

METODE DAKWAH RASULULLAH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Dakwah yang diampu oleh:

Drs. Achmad Slamet,M.S.I

Disusun Oleh :

Nama: 1. Umi Hindun (151510000317)

  1. Nanik Cahya Nandy (15151000326)

Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

2016/2017

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat illahi rabbi, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayahnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sesuai waktu yang telah diberikan. Sholawat dan salam juga tetap kami haturkan ke pangkuan Nabi agung, Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Karena dengan kuasa Allah lah, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dan disusun berdasarkan tugas perkuliyahan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu tugas makalah ini yang berjudul “Metode Dakwah Rasulullah”. Khususnya kepada Bapak Drs. Achmad Slamet,M.S.I selaku pengampu mata kuliah Metodologi Dakwah dan juga sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Merupakan suatu harapan pula, semoga dengan terselesaikannya makalah ini, pembaca bisa bersemangat dan termotivasi lagi untuk mengenal lebih jauh tentang ilmu kejiwaan. Penulis juga berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat tercatat dan bisa menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah lain yang lebih baik dan bermanfaat. Aamiin.

 

Jepara, 30 Desember 2016

Penulis

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR ………….………………………………………….  i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….  ii

 

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang …………………………………………………. 1
  2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………… 2
  3. Tujuan Penulisan ……………….……………………………….. 2

 

BAB II LANDASAN TEORI

  1. Bagaimana metode dakwah Rasulullah Saw………………………….. 3
  2. Bagaimana jenis-jenis metode dakwah Rasulullah Saw………….. 4
  3. Bagaimana faktor penunjang dan penghambat metode dakwah Rasulullah Saw ………………………………………………………………… 5

 

BAB III PEMBAHASAN

  1. Perjalanan Dakwah Rasulullah…………………………………………. ..7
  2. Aplikasi Dakwah Rasulullah ……………………………………………. .8

BAB IV PENUTUP

  1. Kesimpulan …………………………………………………………………… .10
  2. …………………………………………………………………………….. 10

DAFTAR PUSTAKA  ………………………………………..……… ….11

 

Bab I

Pendahuluan

  1. Latar Belakang

Kebiasaan bangsa Arab sebelum islam hadir adalah suka menyembah berhala, berzina, berjudi, mabuk bahkan menganiaya dan membunuh kaum yang lemah. Sejak Nabi Muhammad SAW di utus menjadi rasul, entah kenapa sifat dan kebiasaan kaum Quraisy sangat berbeda dengan sifat Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut dapat mengubah paradigma dan kebiasaan bangsa Arab, sehingga kaum Quraisy terancam kesejahteraannya. Dan selama sebelum dan sesudah Nabi Muhammad SAW di utus menjadi rasul, kaum Quraisy mendapatkan penghasilan dari kebiasaan menyembah berhala dan mendapat kekuasaan atas orang-orang lemah atau budak-budak.

Berbaagai cara dilakukan kaum Quraisy untuk mencegah dan menghentikan  Nabi Muhammad Saw untuk menyebarkan ajaran agama islam. Mulai dari cacian, makian, menganiaya bahkan membunuh kaum muslim walaupun itu bagian dari keluarganya sendiri.

Namun nabi Muhammad saw adalah manusia yang telah diutus oleh Allah Swt, bukanlah sembarangan orang. Selain sifatnya yang luar biasa, beliau mampu menyusun metode dalam menjalankan tugasnya sebagai pembawa pesan dari Allah Swt. Berbagai metode dia lakukan, mulai dari berdakwah secara sembunyi-sembunyi sampai berdakwah secara terang-terangan.

Dalam makalah ini, akan membahas bagaimana metode dakwah Rasulullah dalam menghadapi kaum Quraisy yang sangat keji.

 

 

 

 

 

 

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukaan diatas dapat dirumuskan masalah sebagi berikut :

  1. Bagaimana metode dakwah Rasulullah Saw ?
  2. Bagaimana jenis-jenis metode dakwah Rasulullah Saw ?
  3. Bagaimana faktor penunjang dan penghambat metode dakwah Rasulullah Saw ?

 

  1. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan masalahnya sebagi berikut :

  1. Untuk mengetahui metode dakwah Rasulullah Saw.
  2. Untuk mengetahui jenis-jenis metode dakwah Rasulullah Saw.
  3. Untuk mengetahui faktor penunjang dan penghambat metode dakwah Rasulullah Saw.

 

 

 

 

Bab II

Landasan Teori

  1. Metode dakwah Rasulullah Saw

Dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya, nabi sangat memperhatikan situasi dsn kondisi audien. Oleh karena itu, nabi menggunakan metode tertentu untuk satu kelompok masyarakat dan menggunakan metode menggunakan metode lain untuk masyarakat lainnya. Satu saat beliau menggunakan metode hikmah, disaat lain menggunakan metode mauidzah hasanah, atau kalau diperlukan tidak segan-segan menggunakan metode mujadalah bi al-ahsan.

Disamping itu, terdapat sejumplah metode yang nabi lakukan dan ajarkan kepada para sahabat dalam berdakwah, yakni ;

  1. Memberi kabar yang menyenangkan bagi mad’u dan tidak membuat mad’u frustasi.
  2. Bertahap

Nabi berkata kepada Mu’adz bin Jabal sebelum beliau melepaskannya ke Yaman: “ sesungguhnya engkau akan mendatangi negeri yaqng penduduknya ahli kitab. Jika engkau sampai sana, dakwahilah mereka untuk mengikrarkan dua kalimat syahadat. Jika mereka merespon dakwahmu, maka sampaikan pada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka shalat lima waktu sehari semalam.[1] Jika mereka mentaati perintah ini, maka sampikan pada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya yang disistribusikan kepada orang miskin diantara mereka, dan berhati-hatilah dengan doa yang terzalimi karena doa mereka tidak berhijab untuk sampai kepada Allah.

  1. Menggunakan sarana baru yang dianggap maslahat

Dari Anas bin malik, ketika Rasulullah ingin menulis surat ke Raja Romawi, para sahabat berkata: “ sesungguhnya mereka tidak akan menerima dan membaca surat, kecuali surat yang berstemple. Anas berkata: Maka Rasulullahpun membuat cincin dari perak, seolah-olah saya melihat putihnya perak ditangan Rasulullah, stemple tersebut tertulis: Muhammad Rasulullah.

  1. Menyentuh jiwa mad’u

Dari ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah didatangi oleh Abbas bin Abdil Munthalib yang datang bersamanya Abu Sofyan. Dia masuk Islam di Mar Dzahran, Abbas berkata: “ Wahai Rasulullah …! sesungguhnya Abu sofyan adalah orang yang senang dengan kebanggaan. Kalau anda baik”, Rasulullah berkata: “ Baik, barang siapa yang ke rumah Abu sofyan maka dia akan aman, dan barang siapa yang menutup pintu rumahnya maka dia akan aman.

  1. Mengundang kaum kerabat sambil makan dan minum, pendekatan kepada keluarga, pidato terbuka, dan hijrah.[2]

 

  1. Faktor penunjang dan penghambat metode dakwah Rasulullah Saw
  2. Periode Mekkah

Sebelum islam datang, Mekkah merupakan sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diatanra kota-kota lain di negeri Arab.[3] Periode Mekkah adalah perjuangan dakwah Rasulullah Saw ketika berada di Mekkah. Periode ini disebut dengan periode pembinaan kerajaan Allah Swt dalam hati manusia. [4] secara geografis, kota mekah merupakan kota yang sangat ramai, karena dilalui jalur perdangan yang menghubungkan kota tersebut dengan Yaman di selatan dan Syiria di sebelah utara. Apalagi di jantung kota makkah terdapat Ka’bah yang menjadi sentral tempat ziarah berbagai etnis bngsa Arab.

  1. Periode Madinah

periode ini merupakan periode pembentukan masyarakat yang menerapkan ajaran-ajaran islam, meskipun diantara warganya terdapat non muslim. Strategi dakwah Nbi Muhammad Saw pada periode Madinah adalah menyairkan Islam ke sejumlah wilayah.

Materi dakwah pada periode madinah tentang masalah kemasyarakatan dan kenegaraan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan juga berkaitan dengan maslah-masalah tersebut. Pada periode ini pila dakwah menjadi suatu kekuatan yang terorganisasi.

Meskipun antara mekkah dan madinah merupakan kesatuan yang tidah bisa terpisahkan, pencapian pada periode madinah lebih gemilang debandingkan dengan periode mekkah. Keberhasilan ini tidak dapat terlepaskan dari metode dan pendekatan yang ditempuh oleh Nabi Muhammad Saw. [5]

  1. Jenis-jenis metode dakwah Rasulullah Saw.
  2. Al-Hikmah

Dalam metode dakwah Al-hikmah dalam dunia dakwah mempunyai peran yang sangat penting, yaitu dapat menentukan sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para dak’i dituntut untuk mampu mengertidan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima  dirasaakn sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.

  1. Al-Mauidza Al-Hasanah

Metode Al-Mauidza AL-Hasanah dapat diartikan seabagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran,kisah-kisah, berita gembira, peringatan , pesan-pesan positif yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatn dunia dan akhirat. [6]

  1. Al-Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan

Metode Al-Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan adalah tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberi argumen dan bukti yang kuat. Antara satu dengan yang lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduannya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.

 

Bab III

Pembahasan

  1. Perjalanan Dakwah rasulullah
  2. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi

Pada usia empat puluh tahun, Rasulullah melakukan kontemplasi di gua Hira’ yang terletak beberapa kilo meter di utara kota mekkahuntuk ber tafakur dan munajat kepada Allah tentang kondisi masyarakatnya yang mengalami dekadensi moral dan terhimpit berbagai konflik kekerasan. Kemudian pada tanggal 17 Ramadhan 611 H Nabi Muhammad di datangi malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu dari Allah Swt untuk pertama kali, yaiyu lima ayat pertama surat Al-Alaq. Saat itu, beliau diangkat menjadi Nabi.

Dengan turunnya wahyu petama, mulailah beliau melancarkan aktiitas dakwahnya. Pertama-tama, beliau melakukan dakwahnya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarganya sendiri dan sahabat-sahabatnya. Mulanya sasaran dakwahnya yakni istinya sendiri yaitu Siti Khodijah, kemudian Saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang saat itu baru berumur sepuluh tahun. Setelah itu menyusul dengan sahabat karibnya yaitu Abu Bakar. Selanjutnya melalui Abu Bakar , beberapa orang masuk islam seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awan , Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah dan Ummu Aiman yang telah mengasuh beliau sejak kecil.[7]

Dan hasil dakwah Rasulullah secara sembunyi-sembunyi ini di ikuti kaum Quraisy seperti Abu Ubaidah bin Jarrah dan Arqam bin Abi Arqam. Rumah Bani Arqam yang terletak di Bukit Shafa dijadikan tempat markas dakwahnya. [8]

 

 

 

  1. Dakwah secara Terang-terangan

Setelah beberapa lama dakwah secara sembunyi-sembunyi beliau lakukan serta dikit demi sedikit banyak telah berhasil mengislamkan beberapa orang yang kuat. Pada tahun 8 Hijriah, Hamzah dan Umar bil Al-Khathtab masuk islam sehingga barisan kaum muslimin menjadi bertambah kuat. Dengan demikian, Allah berfirman :

“ Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah kepada orang-orang musyrik.” (QS AL-Hijr: 94)

Sementara itu, kaum kafir Quraisy menghentikan agar dakah yang dilakukan Rasulullah berhenti. Meskipun menghalang-halangi dakwah Nabi beliau sehingga terjadi berbagai peristiwa.[9] Ada lima faktor yang mendorong orang-orang kafir Quraisy menolak seruan Islam yaitu :

  1. Mereka tidak bisa membedakan antara kenabian dan kekuasaan, sehingga mereka khawatir tergeser kedudukannya.
  2. Rasulullah menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba.
  3. Orang-orang kafir Quraisy tidak dapat menerima adanya kebangkitan dan pembalasan di akhirat.
  4. Taqlid kepada nenek moyang telah menjadi tradisi yang sangat mapan.
  5. Kedatangan islam akan menghapus berhala yang telah menjadi sumber mata pencaharian mereka.

Dalam kasus ini, Rasulullah benar-benar cerdik dalam  menerapkan Strategi dakwahnya. Langkah pertama beliau menggunakan media gunung shofa yang sebelumnya memang telah dijadikan media oleh kaum Quraisy untuk mempublikasikan berbagai macam persoalan penting ke masyarakat. dengan demikian, begitu beliau menyampaikan seruannya dan memanggil kaum Quraisy, mereka langsung berdatangan, karena mereka beranggapan ada pengumuman yang sangat penting.

Karena orang-orang kafir merasa gagal dalam menghentikan perjuangan Rasulullah melalui pamannya Abu Tholib, maka kemarahan mereka semakin memuncak. Akhirnya mereka mempunyai inisiatif untuk menyiksa dan bahkan membunuh Rasulullah dan para pengikutnya.

Sebagai contoh sahabat Bilal diikat dan ditelentengkan dipadang pasir, sedangkan perutnya ditindih dengan batu besar. Namun dia sedikitpun tidak berkurang keimanannya, bahkan semakin mantap dan membara. Akhirnya dia diselamatkan oleh Abu Bakar yang menembusnya dari majikannya. Begitu juga Abu Lahab pernah ingin membunuh Rasulullah dengan menjatuhkan batu diatas ka’bah di saat Rasulullah melakukan shalat didalmnya, akan tetapi Allah melindungi beliau, batu tersebut berhenti diudara disaat batu tersebut sudah berada diatas kepala Rasulullah. Masih banyak lagi upaya-upaya kaum kafir Quraisy untuk melakukan menganiayaan terhadap pemeluk islam, termasuk pemboikotan ekonomi selama tiga tahun.[10]

Sementara itu, pada sat menjelang hijrah, terjadi dua kali kesepakatan rahasia di Bukit Aqabah. Kesepakatan ini terjadi antara Rasulullah dan para pemuka suku Aus dan Khazraj yang datang dari Ytasrib. Selanjutnya, kesepakatn ini dikenal dengan Baiat Aqabah yang terjadi pada dua tahun berturut-turut dalam musim haji. Dengan demikian, kesepakatan dakwah di Yatsrib menjadi terbuka. Dalam baiat itu datang dua utusan dari Yatsrib berikrar bahwa mereka akan membela Rasulullah seperti halnya mereka membela diri dan keluarga mereka sendiri.

Setelah Baiat Aqabah yang kedua, mereka mengundang Rasulullah untuk hijrah ke Yastrib. Para pemuka Quraisy mengetahui adanya baiat itu lantas mereka memutuskan membunuh Rasulullah pada awal bulan Rabiul Awwal mendatang. Rencana pembunuhan itu disampikan malaikat Jibril kepada Rasulullah sehingga gagallah maksud jahat mereka. Bersamaan dengan malam pembunuhan itu, Rasulullah pergi meninggalkan Mekkah dan berhijrah menuju Yatsrib. [11]

  1. Aplikasi Dakwah Rasulullah
  2. Pendekatan personal

Pendekatan dengan cara terjadi dengan cara individual yaitu antara da’i dan mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampikan langsung diterima dan biasanya reaksi yang ditimbulkan mad’u akan langsung diketahui. Pendekatan dakwah seperti ini biasanya dilakukan pada zaman Rasulullah ketika berdakwah secara rahasia. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan di zaman era modern seperti sekarang ini pendekatan personal harus tetap dilakukan karena mad’u terdiri dari berbagai karateristik. Di sinilah letak elastisitas pendekatan dakwah.

  1. Pendekatan pendidikan

Pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan dengan masuknya islam kepada para kalangan sahabat. Begitu pula juga pada masa sekarang ini, kita dapat melihat pendekatan pendidikan teraplikasi dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak islam ataupun perguuruan tinggi yang didalamnya terdapat materi-materi keislaman.

  1. Pendekatan diskusi

Pendekatan diskusi para era sekarang ini sering dilakukan lewat berbagai diskusi agama, da’i berperan sebagai nara sumber sedangkan mad’u berperan sebagai audiens. Tujuan dari diskusi ini adalahmembahas dan menentukan semua pemecah semua maslaah yang ada kaitannya dengan dakwah sehingga apa yang menjadikan permasalahan dapat menemukan jalan keluarnya.

  1. Pendekatan penawaran

Salah satu falsafah pendekatan penaaran yang dilakukan Nabi adalah ajaran untuk berioman kepada Allah tanpa menyekutukannya dengan cara yang lain. Cara ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa paksaan sehingga mad’u ketika meresponnya tidak dalam keadaan tertekan bahkan ia melakukannya dengan niat yang timbul dari hati yang paling dalam. Cara ini pun harus dilakukan da’i dalam mengajak mad’unya.

  1. Pendekatan Misi

Maksud dari pendekatan misi adalah pengiriman tenaga para da’i  ke daerah-daerah di luar tempat domisili. Dengan pendekatan ini kita bisa mencermati untuk masa depan, ada banyak organisasi yang bergerak di bidang dakwah mengirimkan da’i mereka untuk diserbaluaskan ke daerah-daerah yang minim para da’inya, dan disamping itu daerah yang menjadi tujuan adalah biasanya kurang memahami ajaran-ajaran islam yang prinsipil.

Pedekatan seperti ini adalah sebagian kecil dari seluruh pendekatan yang ada dan semua itu bisa di jadikan acuan oleh para da’i da;lam melakukan kegiatan dakwahnya. [12]

 

Bab IV

Penutup

  1. Kesimpulan

Dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya, nabi sangat memperhatikan situasi dsn kondisi audien. Oleh karena itu, nabi menggunakan metode tertentu untuk satu kelompok masyarakat dan menggunakan metode menggunakan metode lain untuk masyarakat lainnya. Satu saat beliau menggunakan metode hikmah, disaat lain menggunakan metode mauidzah hasanah, atau kalau diperlukan tidak segan-segan menggunakan metode mujadalah bi al-ahsan.

Disamping itu, terdapat sejumplah metode yang nabi lakukan dan ajarkan kepada para sahabat dalam berdakwah, yakni ;

  1. Memberi kabar yang menyenangkan bagi mad’u dan tidak membuat mad’u frustasi.
  2. Bertahap
  3. Menggunakan sarana baru yang dianggap maslahat
  4. Menyentuh jiwa mad’u

Jenis-jenis metode dakwah Rasulullah Saw diantaranya sebagai berikut :

  1. Al Hikmah

Menentukan sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat

  1. Al-Mauidza Al-Hasanah

Seabagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran,kisah-kisah, berita gembira, peringatan , pesan-pesan positif yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatn dunia dan akhirat.

  1. Al-Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan

Tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberi argumen dan bukti yang kuat.

 

  1. Saran

Atas ijin Allah yang maha kuasa, kami dapat menyelesaikan dan mewujudkan makalah ini sebagaimana niat pertama yakni untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh pengampu mata kuliah Metodologi Dakwah. Dalam makalah ini tentu masih ada kekurangan dan mungkin terdapat kekeliruan atau ketidakcocokan di hati pembaca. Maka dari itu, diperlukan ungkapan kritik dan juga saran dari para pembaca demi kualitas makalah yang lebih baik lagi.

Dari makalah ini penulis selalu berharap semoga apa yang ada di dalam makalah ini bisa bermanfaat dan berguna untuk pembaca supaya bisa diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata. Kami menyadari sepenuhnya bahwa  makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami selaku penulis meminta maaf. Selamat membaca.

Daftar Pustaka

Munir Samsul. 2014. Sejarah Dakwah. Jakarta: Amzah

Aziz Abdul Dkk. 2006. Jelajah Dakwah Klasik-Kontemporer. Yogyakarta: Gama

Media

Munir. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media

[1] Abdul Aziz DKK, Jelajah Dakwah Klasik-Kontemporer, Yogyakarta, 2006, hlm 5

[2] Ibid, Hlm 6

[3] Ibid, Hlm 25

[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwa, Jakarta, 201, Hlm 29

[5] Ibid, Hlm 33

[6] M.Munir, Metode Dakwah, Jakarta, 2006, hlm 16

[7] Abdul Aziz Dkk, Jelajah Dakwah Klasik-Kontemporer, Yogyakarta, 2006, hlm 21

[8] M.Munir, Metode Dakwah, Jakarta, 2006, hlm 29

[9] Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwa, Jakarta, 201, Hlm 30

[10] Abdul Aziz Dkk, Jelajah Dakwah Klasik-Kontemporer, Yogyakarta, 2006, hlm 38

[11] Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwa, Jakarta, 201, Hlm 32

[12] M. Munir, Metode Dakwah, Jakarta, 2003, Hlm 23

ASBABUN NUZUL

ASBABUN NUZUL

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an yang diampu oleh:

Abdul Wahab Salem S.Sos.I.,M.S.I

Disusun Oleh :

Nama   : Umi Hindun

NIM    : 151510000317

Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

2016

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat illahi rabbi, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayahnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sesuai waktu yang telah diberikan. Sholawat dan salam juga tetap kami haturkan ke pangkuan Nabi agung, Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Karena dengan kuasa Allah lah, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dan disusun berdasarkan tugas perkuliyahan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu tugas makalah ini yang berjudul “Asbabun Nuzul”. Khususnya kepada Bapak Abdul Wahab S.Sos.I.,M.S.I selaku pengampu mata kuliah Ulumul Qur’an dan juga sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Merupakan suatu harapan pula, semoga dengan terselesaikannya makalah ini, pembaca bisa bersemangat dan termotivasi lagi untuk mengenal lebih jauh tentang ilmu kejiwaan. Penulis juga berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat tercatat dan bisa menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah lain yang lebih baik dan bermanfaat. Aamiin.

Jepara, 17 Desember 2016

Penulis

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR ………….………………………………………………….  i

 

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..  ii

 

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang ………………………………………………………. 1
  2. Rumusan Masalah …………………………………………………………………….. 1
  3. Tujuan Penulisan …………………………………………………….. 2

 

BAB II PEMBAHASAN

  1. Pengertian Asbabul An-Nuzul…………..……………………………..………. 3
  2. Macam-macam Asbabul An-Nuzul……………………………………………… 4
  3. Kaedah-Kaedah Asbabun An-Nuzul…………………………………………… 6

BAB III PENUTUP

  1. …………………………………………………………………………….. 8
  2. Saran ……………………………………………………………………………………… 9

DAFTAR PUSTAKA  ………………………………………..………………… 10

 

Bab I

Pendahuluan

  1. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah mukjizat bagi umat islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur’an dalam proses penurunannya mengalami banyak proses yang mana dalam penurunannya berangsur-angsur dan bermacam-macam. Al-Qur’an yang banyak mengalami  hambatan sampai banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang meninggal, maka dalam proses penurunannya sangat banyak kendala.[1] Turunnya Al-Qur’an yaitu tanggal 17 Ramadhan dikenal dengan Nuzulul Qur’an yaitu hari turunnya Al-Qur’an. Maka setiap tanggal 17 Ramadhan dikenal dengan Nuzulul Qur’an yaitu hari turunnya AL-Qur’an.

Dalam penurunan Al-Qur’an terjadi di dua kota yaitu Madinah dan Mekkah. Surat yang turun di mekkah disebut dengan makkiyah sedangkan surat yang turun di madinah disebut dengan surat madaniyah. Dan juga dalam perbedaan itu terjadi perbedaan antara ahli Qur’an, apakah surat makkiyah atau surat madaniyah. Maka dari permaslahan diatas dalam benak saya ingin mengulas tentang Asbabun Nuzul. Maka untuk itu pertanyaan ini akan membahas tentang Asbabun Nuzul.

 

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukaan diatas dapat dirumuskan masalah sebagi berikut :

  1. Apa pengertian Asbabun Nuzul ?
  2. Apa macam-macam Asbabun Nuzul ?
  3. Bagaimana kaedah-kaedah Asbabun Nuzul ?

 

  1. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan masalahnya sebagi berikut :

  1. Untuk mengetahui pengertian Asbabun Nuzul ?
  2. Untuk mengetahui Macam-macam Asbabun Nuzul ?
  3. Untuk mengetahui Kaedah-kaedah Asbabun Nuzul ?

Bab II

Pembahasan

  1. Pengertian Asbabun nuzul

Kata Asbabun Nuzul terdiri dari asbab dan an-nuzul. Asbab adalah kata jamak dari kata mufrad, sedangkan secara etimologis berarti sebab, alasan, illat, perantaraan, wasilah, pendorong, tali kehidupan, persahabatan, hubungan, kekeluargaan, kerabat, asal, sumber dan jalan. An-nuzul adalah penurunan Al-Qur’an dari Allah kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril.[2] Sedangkan secara terminologi asbabun nuzul adalah peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat atau surat pada waktu proses penurunan Al-Qur’an. Seperti peristiwa yang terjadi saat turunnya Al-Qur’an, lalu turun satu atau beberapa ayat yang menjelaskan hukuk apa peristiwa tersebut atau seperti pertanyaan yang dihadapkapkan kepada Nabi Muhammad SAW, lalu turunlah satu ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an yang didalamnya terdapat jawaban.

Kata “pada waktu proses penurunan Al-Qur’an” menjadi syarat mutlak dalam menjelaskan Asbabun AN-Nuzul. Kata tersebut yang membedakan antara asbabun nuzul dengan berita atau peristiwa masa lalu. Karena beberapa ualma’ mengkritik pernyataan Al-Wahidi yang mengatakan sebab nuzul surat AL-Fil adalah kisah penyerangan Ka’bah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh raja Habasyah. Pasukan gajah sama sekali tidak termasuk dalam Asbabun Nuzul Surat AL-Fil, akan tetapi Surat AL-Fil adalah berita tentang peristiwa masa lalu.[3] Dalam konteks ini bahwa tidak semua ayat atau surat Al-Qur’an dituyrunkan beriringan dengan sebab nuzul. Tapi sebagian justru diturunkan tanpa sebab nuzul.[4]

Ada beberapa rumusan yang dikemukakan para ahli ulumul Qur’an, diantaranya manna’ al-Qathan dan Subhi as-Shalih yang pertama mendefinisikan :

سبب النزول هوما نزل القران بشا نه وقت وقو عه كحا دثة اوسؤال

Asbabun Nuzul ialah sesuatu yang dengan keaadan sesuai itu Al-Qur’an diturunkan pada waktu sesutu itu terjadi seperti suatu peristiwa atau pertanyaan.

Batasan lebih lengkap dirumuskan oleh Shubi As-Shalih, menurutnya :

Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang karena sesuatu itu menyebabkan satu atau beberapa ayat Al-Qur’an diturunkan dalam rangka, mengcover, menjawab atau menjelaskan hukumannya disaat sesuatu itu terjadi. Dengan demikian dua definisi Asbabun Nuzul, disamping itu memerhatikan pengertian harfiyah dari kata-kata asbabun nuzul. Sedangkan asbabun nuzul ialah sesuatu yang menyebabkan sebagian tau beberapa ayat AL-Qur’an diturunkan. Yang dimaksud dengan sesuatu sendiri adalah berbentuk pertanyaan atau kejadian, tetapi bisa juga berwujud alasan logis (Illat) dan hal-hal yang relevan serta mendorong turunnya satu atau beberapa ayat Al-Qur’an.[5]

Cara terbaik untuk memahami ayat makna Al-Qur’an dan menyikap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat mentafsirkan tanpa mengetahui asbabun nuzulnya.

  1. Macam-macam Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul Al-Qur’an terdiri dari beberapa macam, diantaranya:

  1. Ditinjau dari segi latar belakangnya

Ada suatu kejadian, lalu turunlah ayat yang menjelaskan kejadian dan ada pula yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang sesuatu, lalu turunlah ayat yang menjelaskan atau menjawab pertanyaan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW

  1. Ditnjau dari segi jumlah penyebab dan ayat yang diturunkan
  2. Sebabnya banyak, sedangkan ayat yang turun hanya satu. Hal tersebut ada empat macam yaitu :
  • Salah satu di antara dua riwayat ada yang berstatus shaheh dan ada yang tidak shaheh, maka yang wajib diambil adalah riwayat yang shaheh.[6]
  • Kedua riwayat berstatus shaheh, namun salah satu di antara keduanya ada yang lebih unggul atau akurat, maka yang diambil adalah yang lebih unggul atau akurat.
  • Ada dua riwayat yang sam-sama shaheh, namun tidak ada informasi mana yang lebih akurat diantara keduanya, maka dua riwayat tersebut dapat dikompromikan.
  • Kedua riwayat sama dalam status keshahehannya dan di antara keduanya tidak ada yang lebih unggul, maka masing-masing dari kedua riwayat tersebut dapat diamalkan.
  1. Ayat banyak, sedangkan sebab turunnya hanya satu, maka dapat digunakan untuk semua ayat tersebut.

Contohnya; ada riwayat Hakim dari Ummu Salamah mengatakan: “ saya bertanya kepada Rasulullah, mengapa engkau menyebut laki-laki dan tidak menyebut perempuan?” maka turunlah surat Al-Ahzab ayat 35.[7]

Dengan riwayat yang sama dari Ummu Salamah, ia mengatakan: “ Ya Rasulullah, saya belum mendengar bahwa Allah menyebut wanita dalam Hijrah, maka turunlah surat Ali Imran ayat 195.

Dengan riwayat yang sama dari Ummu Salamah juhga, ia mengatakan: “ Ya Rasulullah, mengapa engkau melebihkan anak laiki-laki dari pada anak perempuan, lalu turunlah surat An-Nisa’ ayat 32.

  1. Kaidah-kaidah Asbabun Nuzul

Dalam pembahasan kaidah-kaidah asbabun nuzul adalah mengenai kekhususan dan keumuman redaksi ayat. Kadang kala ayat yang diturunkan ada yang bersifat khusus sesuai dengan konteks yang melatarinya dan redaksi yang digunakannya pun bersifat khusus, disisi lain juga ada ayat yang diturunkan karena kejadian yang sangat khusus dan spesifik tapi redaksi ayatnya bersifat umum.[8]

Dengan demikian, ada dua hal yang perlu dijelaskan terkait dengan pembahasan yaitu :

  1. Sebabnya bersifat khusus dan ayat yang diturunkan juga beredaksi khusus.

Jika ayat yang duiturunkan bersifat khusus dan hanya terkait dengan konteks (sebab) penurunannya serta redaksi ayatnya tidak bersifat umum, maka ayat tersebut berlaku untuk dan pada konteks (sebab) yang melatarbelakangi penurunan ayat tersebut. Atau dengan bahasa lain, kaidah yang pas diterapkan dalam konteks ini adalah al-‘ibrah bi khushush as-sabab labi’ ‘umum al-lafzhi. Contohnya dalam Firman Allah Swt QS AL-Lail ayat 17-18

“ Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.[9]

Menurut kesepakatan mayoritas ulama’, ayat ini di turunkan pada Abu Bakar ash-shidiq. Dengan demikian yang dimaksud al-atqa (orang paling bertakwa) pada ayat di atas adalah abu bakar yang rela mengorbankan harta bendanya untuk memerdekakan Bilal bin Rabah dan membela agama Allah. Tidak berlebihan bila Fatkhruddin ar-Razi mengatakan bahwa manusia yang paling mulia setelah Rasullullah adalah Abu Bakar. Anggaapan sementara yang mengatakan ayat di atas bersifat umum sehingga dapat diberlakukan kepada semua orang adalah pendapat yang kurang tepat. Sebab ayat tersebut tidak menggunakan redaksi umum tapi menggunakan redaksi khusus. Sementara penyematan predikat al-atqa kepada orang-orang selain Abu Bakar yang memiliki sifat atau perbuatan yang sama denganya dapat dilakukan dengan jalan qiyas (analogi) bukan berdasarkan keumuman lafzh ayat. Karena ayat di atas jdelas-jelas tidak menggunakan redaksi umum.

  1. Sebabnya bersifat khusus tapi ayat yang diturunkan redaksinya umum.

Jika penyebab penurunan ayat bersifat khusus tapi redaksi ayatnya umum, maka menurut mayoritas ulama’, kaidah yang paling cocok diterapka dalam konteks ini adalah al-‘ibrah bi’ umum al-lafzhi la bi khushush as-sabab (penetapan hukum ditetapkan berdasarkan keumuman lafazh bukan berdasarkan konteks yang menyebabkan diturunkannya ayat). Diantara argumen Jumhur Ulama’ tentang keniscayaan kaidah adalah kanyataan bahwa generasi tabi’in, sahabat dan setelahnya yang selalu menggunakan kaidah dalam menyelesaikan persoalan.betapa banyak ayat yang awalnya yang diturunkan dari konteks tertentu yang sangat khusus dan persial, namun kenyataan hukum yang terkandung dalam ayat tersebut kemudian diberlakukan bagi seluruh orang secara umum dan universal.[10]

 

 

Bab III

Penutup

  1. Kesimpulan

Kata Asbabun Nuzul terdiri dari asbab dan an-nuzul. Asbab adalah kata jamak dari kata mufrad, sedangkan secara etimologis berarti sebab, alasan, illat, perantaraan, wasilah, pendorong, tali kehidupan, persahabatan, hubungan, kekeluargaan, kerabat, asal, sumber dan jalan. An-nuzul adalah penurunan Al-Qur’an dari Allah kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril.[11] Sedangkan secara terminologi asbabun nuzul adalah peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat atau surat pada waktu proses penurunan Al-Qur’an. Seperti peristiwa yang terjadi saat turunnya Al-Qur’an, lalu turun satu atau beberapa ayat yang menjelaskan hukuk apa peristiwa tersebut atau seperti pertanyaan yang dihadapkapkan kepada Nabi Muhammad SAW, lalu turunlah satu ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an yang didalamnya terdapat jawaban.

Asbabun Nuzul Al-Qur’an terdiri dari beberapa macam, diantaranya:

  1. Ditinjau dari segi latar belakangnya
  2. Ditnjau dari segi jumlah penyebab dan ayat yang diturunkan

Dalam pembahasan kaidah-kaidah asbabun nuzul adalah mengenai kekhususan dan keumuman redaksi ayat. Kadang kala ayat yang diturunkan ada yang bersifat khusus sesuai dengan konteks yang melatarinya dan redaksi yang digunakannya pun bersifat khusus, disisi lain juga ada ayat yang diturunkan karena kejadian yang sangat khusus dan spesifik tapi redaksi ayatnya bersifat umum.

 

 

  1. Saran

Atas ijin Allah yang maha kuasa, kami dapat menyelesaikan dan mewujudkan makalah ini sebagaimana niat pertama yakni untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh pengampu mata kuliah Ulumul Qur’an. Dalam makalah ini tentu masih ada kekurangan dan mungkin terdapat kekeliruan atau ketidakcocokan di hati pembaca. Maka dari itu, diperlukan ungkapan kritik dan juga saran dari para pembaca demi kualitas makalah yang lebih baik lagi.

Dari makalah ini penulis selalu berharap semoga apa yang ada di dalam makalah ini bisa bermanfaat dan berguna untuk pembaca supaya bisa diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata. Kami menyadari sepenuhnya bahwa  makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami selaku penulis meminta maaf. Selamat membaca.

 

Daftar Pustaka

Anshori. 2014. Ulumul Qur’an kaidah-kaidah memahami firman Tuhan. Jakarta:

  1. Raja Grafindo Persada.

Hermawan Acep.2011.Ulumul Qur’an.Bandung:PT Remaja Rosdakarya offset.

Amin Suma Muhammad.2013.Ulumul Qur’an.Jakarta:Rajawali Pers.

 

[1] Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-kaidah memahami firman Tuhan, Jakarta, 2014, hml 19

[2] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, Jakarta,2013, hlm 204

[3] Anshori, ulumul Qur’sn kaidah-kaidah memahami firman Tuhan, Jakarta,2014,hml 101

[4] Ibid, hlm 102

[5] Muhammad Amin Suma, ulumul qur’an, jakarta, 2013, hlm 205

[6] Anshori, ulumul Qur’sn kaidah-kaidah memahami firman Tuhan, Jakarta,2014,hml 106

[7] Ibid, hlm 107

[8] Ibid, hlm 109

[9] Ibid, hlm 110

[10] Ibid, hlm 111

[11] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, Jakarta,2013, hlm 204

 

ILMU FILSAFAT DAN ILMU AGAMA

ILMU FILSAFAT DAN ILMU AGAMA

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filasat Umum yang diampu oleh:

Drs. H. Amir Gufron, M.Ag

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun Oleh :

Nama   :

Firdaus Jauharotul Kamaliyah

Umi Hindun

Ani Khikmawati

Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

2016

Kata Pengantar

              Puji syukur kehadirat illahi rabbi, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayahnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sesuai waktu yang telah diberikan. Sholawat dan salam juga tetap kami haturkan ke pangkuan Nabi agung, Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Karena dengan kuasa Allah lah, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dan disusun berdasarkan tugas perkuliyahan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu tugas makalah ini yang berjudul “Ilmu Filsafat dan Ilmu Agama”. Khususnya kepada Bapak Drs. H. Amir Gufron, M.Ag selaku pengampu mata kuliah Filsafat Umum dan juga sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Merupakan suatu harapan pula, semoga dengan terselesaikannya makalah ini, pembaca bisa bersemangat dan termotivasi lagi untuk mengenal lebih jauh tentang ilmu kejiwaan. Penulis juga berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat tercatat dan bisa menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah lain yang lebih baik dan bermanfaat. Aamiin.

 

Jepara, 30 Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR ………….…………………………………………………………..  i

 

DAFTAR ISI …………………………………………………………….……………………  ii

 

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang ………………………………………………………..………….……. 1
  2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………. 2
  3. Tujuan Penulisan ………………………………………………………..………….…. 2

 

BAB II PEMBAHASAN

  1. Pengertian Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Agama……………………………. 3
  2. Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan

Agama ……………………………………………………………………………………………………… 4

  1. Titik singgung antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Agama…………….. 9

BAB III PENUTUP

  1. kesimpulan  …………………………………………………………………………………………….. 11
  2. Saran   ………………………………………………………………………………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA  ……….……………………………………..……………………………..…… 13

Bab I

Pendahuluan

  1. Latar Belakang

Filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama merupakan satu kesatuan dimana ketiga istilah tersebut terdapat persamaan, perbedaan, dan juga hubungan. Baik itu filsafat, ilmu pengetahuan, ataupun agama mempunyai sebuah tujuan yang sama yakni, memperoleh suatu kebenaran. Makhluk Tuhan yang bernama manusia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu dapat terwujud dengan sendirinya tanpa adanya suatu sebab. Maka dari itu manusia selalu mencari sebab-sebab dari setiap kejadian yang disaksiannya.

Filsafat memunculkan dan mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang tercangkup dalam dua bidang yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan Humaniora. Manusia memiliki kodrat salah satunya adalah rasa keingintahuan. Hal ini dikarenakan bahwa filsafat memiliki kaitan dengan ilmu. Keingintahuan dapat berkembang dan dapat memunculkan ilmu dan pengetahuan. Selain itu manusia juga memiliki unsur-unsur hakikat pribadi yaitu sebagai makhluk yang sadar akan keberadaan Tuhan atau bersifat rohaniah, kebutuhan tersebut  dapat terpenuhi dengan beribadah, sehingga hal ini tak lepas kaitannya dengan berkembangnya agama-agama di dunia.

Hasrat keingintahuan dan keterampilan yang sifatnya instinktif terhadapa sebab-sebablah yang memaksa kita untuk menyelidiki bagaimana benda-benda di alam ini muncul, dan juga menyelidiki ketertibannya yang mengagumkan.

Berawal dari latar belakang demikian, penulis berusaha menjelaskan secara sederhana mengenai filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama. Dimana di dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian, persamaan, perbedaan dan titik singgung antara filsafat, ilmu, dan agama.

 

  1. Rumusan Masalah
  2. Bagaimana pengertian filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama ?
  3. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama ?
  4. Bagaimana titik singgung antara filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama ?

 

  1. Tujuan Penulisan
  2. Pengertian filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama.
  3. Persamaan dan perbedaan antara filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama.
  4. Titik singgung antara filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama.

Bab II

Pembahasan

  1. Pengertian Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Agama

Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki fakta-fakta, prinsip-prinsip hakikat yang sebenarnya, dimana didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Secara etimologi dikatakan bahwa filsafat berarti kebijakan atau kebenaran (love of wisdom).[1] Dan di dalam buku lain menyebutkan definisi filsafat secara garis besar adalah ilmu yang mendasari suatu konsep berfikir manusia dengan sungguh-sungguh untuk menemukan suatu kebenaran yang kemudian dijadikan sebagai pandangan hidupnya. Dari keragaman berbagai keragaman definisi filsafat melahirkan persoalan tersendiri yang membingungkan. Atas dasar uraian diatas, maka kami memberikan suatu konsep bahwa filsafat mempunyai pengertian yang multidimensi.[2]

Ilmu pengetahuan merupakan keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang meliputi teori, metode, dan praktik yang dilakukan secara sistematis. Ilmu pengetahuan juga merupakan pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu sistem untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.[3] Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang ilmiah. Ilmu pengetahuan merupakan ilmu pasti, eksak, terorganisir, dan riil.

Agama merupakan suatu sitem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.[4] Ada yang berpendapat bahwa kata itu terdiri atas dua kata, a berarti tidak ada dan gam berarti pergi, jadi agama artinya tidak pergi; tetap ditempat;diwarisi turun temurun. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntutan. Agama juga mempunyai tuntunan, yaitu kitab suci. Dalam bahasa asing, agama memiliki banyak istilah, antara lain : religion, religio, religie, godsdients, dan al din.

 

  1. Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Agama.
  2. Persamaan

Membahas mengenai filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama tentu terdapat persamaan dalam ketiga hal tersebut. Baik ilmu filsafat, ilmu pendidikan dan agama memiliki tujuan yang sekurang-kurangnya berusaha berurusan dengan hal yang sama, yaitu dalam hal kebenaran. Ketiganya mencari rumusan dengan sebaik-baiknya, juga menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.

Filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandanganyang bergandengan. Ketiga hal tersebut memiliki metode dan sistem, selain itu juga hedak memberikan penjelesan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.[5]

Terdapat beberapa titik persamaan dari filsafat, ilmu pengetahuan dan agama:

  1. Filsafat dan ilmu Pengetahuan

Didasarkan pada rasio, maksudnya sama-sama berdasarkan akal budi:

  • Mempunyai Metode yaitu, menempuh suatu jalan untuk mencapai kebenaran.
  • Bersifat Sistematis yaitu, memberikan suatu uraian atau penjelasan yang menyeluruh dan bagian-bagian yang saling berhubungan.
  1. Filsafat dan Agama

Filsafat dan agama adalah sama-sama mengandung suatu pemandangan yang luas.

  1. Ilmu Pengetahuan dan Agama

Perpaduan ilmu pengetahuan dan agama dikonsepkan oleh Al Ghazali sebagai al ma’rifah. Al Ghazali menjelaskan bahwa jalan menuju ma’rifah sebagai kerinduan rohani untuk mengenal Tuhan dengan hati nurani melalui tingkat-tingkat ilmu pengetahuan. Al Ma’rifah menjadi tingkat yang tertinggi di dalam pengetahuan dan kesadaran rohani manusia terhadap tuhan.

  1. Perbedaan

Terpikir dalam benak kita akan sebuah pertanyaan mengenai perbedaan antara filsafat (philosophy), ilmu pengetahuan (science), dan agama (religion). Untuk mendapat jawaban tersebut, terlebih dahulu kita dapat memulainya (setidaknya) dari mengetahui karakteristik cara berpikir secara filosofis itu.

Karakteristik cara berfikir secara filosofis itu adalah bersifat radikal, konsisten, sistematik, dan bebas. Radikal artinya, berpikir secara mendasar atau mengakar. Adapun yang dimaksud adalah suatu pemikiran disebut filsafati apabila menukik atau berusaha mencari sumber pemikiran dan bermaksud mencapai hakikat atau esensi sesuatu. Pemikiran tersebut berkaitan juga dengan ciri lain yang disebut “universal” atau “komprehensif” (menyeluruh) dan bukan bersifat “partikular” atau “fragmentaris”. Contoh berpikir radikal dapat kita temui dalam dialog Plato (tentang keadilan) yang merumuskan keadilan berdasarkan prinsip umum (definisi) keadilan itu sendiri.

Kemudian perbedaan antara (kajian) filsafat dengan ilmu pengetahuan (salah satunya) dapat kita tengok atau terletak pada ciri berpikir ini (radikal dan komprehensif). Jika filsafat mengkaji tentang manusia (disebut objek material) misalnya, maka kajian tentang manusia dilakukan secara menyeluruh/utuh, adapun ilmu pengetahuan mengkaji manusia dari sisi atau aspek (objek formal) tertentu. Umpamanya mengkaji manusia terbatas pada aspek psikis, aspek biologis, aspek anatomis, ataupun aspek sosiologinya semata (karena itulah ilmu pengetahuan sangat bersifat spesialis atau mengembangkan spesialisasinya masing-masing).

Selanjutnya adalah perbedaan antara filsafat dan agama. Perbedaan tersebut dapat kita lihat (sekurang-kurangnya) berdasarkan sumbernya. Jika filsafat (juga ilmu pengetahuan) bersumber dari pengalaman dan rasio, maka agama bersumber dari iman (wahyu Tuhan). Meskipun demikian, bukan berarti bahwa kita tidak perlu menggunakan rasio dalam kehidupan beragama kita.

Misalnya dalam Islam dikatakan “Agama itu adalah akal dan tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal”. Dalam pandangan islam pencarian kebenaran ilmu pengetahuan atas alam semesta (ayat-ayat Allah) sesungguhnya suatu tindakan yang sangat dianjurkan, dan bahkan tidak dapat dilihat sebagai hal yang terpisah dari agama. Dalam pandangan islam alam diatur oleh Sunnah-Allah (hukum,aturan), jika ilmu alam bertujuan menemukan hukum Alam, maka itu berarti mencoba untuk menemukan hukum Allah yang berlaku pada Alam.[6]

 

Perbedaan dilihat dari beberapa segi:

Segi Perbedaan
Gambaran Umum a.    Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan
b.    Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan
c.    Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang) berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman illahi untuk manusia.
Objek Material (lapangan) a.    Filsafat bersifat universal
b.    Ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris juga bersifat eksperimental.
c.    Agama dipraktekkan oleh orang yang beriman
Objek Formal a.    Filsafat bersifat non fragmentaris
b.    Ilmu pengetahuan bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif
c.    Agama memberikan kejelasan tentang fenomena yang terjadi
Cara mendapatkan sesuatu a.    Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, kegunaan filsafat timbul dari nilainnya
b.    Ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis.
c.    Agama dilakukan dengan melihat sumber-sumber hukum agama yang terkait yang sudah dipastikan kebenarannya karena bersumber dari Tuhan.
Isi yang dimuat a.    Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari
b.    Ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
c.    Agama, memperjelas tentang semua yang terjadi di alam ini bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan yang sudah digariskan oleh Tuhan
Hal yang ditunjukkan a.    Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause)
b.    Ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).
c.    Agama memberikan kejelasan tentang semua yang terjadi
Sumber a.    Filsafat bersumber pada kekuatan akal,
b.    Ilmu bersumber pada kekuatan akal
c.    Agama bersumber pada wahyu.
Sebab terjadinya a.    Filsafat didahului oleh keraguan,
b.    Ilmu didahului oleh keingintahuan,
c.    Agama diawali oleh keyakinan dan keimanan
Hal yang diungkap a.    Filsafat mengungkapkan makna dan kebenaran hidup
b.    Ilmu pengetahuan mengungkapkan kebenaran hidup
Metode pencapaian kebenaran a.    Filsafat dengan wataknya sendiri yang menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia (yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau di atas batas jangkauannya), ataupun tentang tuhan.
b.    Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia.
c.    Agama dengan karakteristiknya memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia ataupun tentang tuhan.

 

  1. Titik singgung antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Agama

Ada yang mengatakan bahwa antara ilmu, filsafat, dan agama memiliki hubungan. Namun demikian, tidak menyangkal terhadap pandangan bahwa satu sama lain merupakan sesuatu yang terpisah, dimana ilmu lebih bersifat empiris, filsafat lebih bersifat ide, dan agama lebih bersifat keyakinan.[7] Agama bergerak dari individu ke masyarakat. Dalam gerakannya menuju pada realitas penting yang berlawanan dengan keterbatasan manusia.

Baik ilmu, filsafat, dan Agama merupakan tiga hal yang saling melengkapi. Semua yang terjadi di dalam dunia ini baik itu masalah ataupun kejadian lainnya tidak dapat diselesaikan hanya dengan ilmu. Karena ilmu terbatas, baik itu terbatas oleh objeknya (sang penyelidik), subjeknya (baik objek material ataupun objek formalnya ), maupun metodologinya. Sehingga dengan hal yang demikian, masalah-masalah ataupun kejadian yang terjadi dapat diselesaikan oleh filsafat, karena filsafat bersifat spekulatif dan juga alternative.

Kemudian agama memberi jawaban tentang banyak persoalan mengenai asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu, yang dipertanyakan namun tidak terjawab bulat oleh filsafat. Namun ada juga masalah yang tidak dapat dijawab oleh agama melainkan dijawab oleh ilmu. Dari sinilah filsafat, ilmu dan agama mempunyai kaitan yang erat.

Telah disampaikan dalam rumusan masalah bagian pertama, baik ilmu, filsafat, dan agama bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia, dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia, dan Tuhan.[8] Baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empirik) dan percobaan.[9]

 

Bab III

Penutup

  1. Kesimpulan

Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki fakta-fakta, prinsip-prinsip hakikat yang sebenarnya, dimana didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Secara etimologi dikatakan bahwa filsafat berarti kebijakan atau kebenaran (love of wisdom).

Ilmu pengetahuan merupakan keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang meliputi teori, metode, dan praktik yang dilakukan secara sistematis. Ilmu pengetahuan juga merupakan pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu sistem untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.

Agama merupakan suatu sitem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.

Membahas mengenai filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama tentu terdapat persamaan dalam ketiga hal tersebut. Baik ilmu filsafat, ilmu pendidikan dan agama memiliki tujuan yang sekurang-kurangnya berusaha berurusan dengan hal yang sama, yaitu dalam hal kebenaran.

Terpikir dalam benak kita akan sebuah pertanyaan mengenai perbedaan antara filsafat (philosophy), ilmu pengetahuan (science), dan agama (religion). Untuk mendapat jawaban tersebut, terlebih dahulu kita dapat memulainya (setidaknya) dari mengetahui karakteristik cara berpikir secara filosofis itu.

Baik ilmu, filsafat, dan Agama merupakan tiga hal yang saling melengkapi. Semua yang terjadi di dalam dunia ini baik itu masalah ataupun kejadian lainnya tidak dapat diselesaikan hanya dengan ilmu. Karena ilmu terbatas, baik itu terbatas oleh objeknya (sang penyelidik), subjeknya (baik objek material ataupun objek formalnya ), maupun metodologinya. Sehingga dengan hal yang demikian, masalah-masalah ataupun kejadian yang terjadi dapat diselesaikan oleh filsafat, karena filsafat bersifat spekulatif dan juga alternative.

  1. Saran

Atas ijin Allah yang maha kuasa, kami dapat menyelesaikan dan mewujudkan makalah ini sebagaimana niat pertama yakni untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh pengampu mata kuliah Filsafat Umum. Dalam makalah ini tentu masih ada kekurangan dan mungkin terdapat kekeliruan atau ketidakcocokan di hati pembaca. Maka dari itu, diperlukan ungkapan kritik dan juga saran dari para pembaca demi kualitas makalah yang lebih baik lagi.

Dari makalah ini penulis selalu berharap semoga apa yang ada di dalam makalah ini bisa bermanfaat dan berguna untuk pembaca supaya bisa diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata. Kami menyadari sepenuhnya bahwa  makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami selaku penulis meminta maaf. Selamat membaca.

Daftar Pustaka

Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat Umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Anshari, Endang Saifuddin. 1979. Ilmu, Filsafat, dan Agama. Jakarta: Bulan Bintang

Bakhtiar, Amsal. 2007. Filsafat dan Agama. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhammad Ikhwan, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama”, Inspirasi Hidup diakses dari http://ikhwanmr.blogspot.co.id/2016/02/hubungan-filsafat-ilmu-dan-agama.html, pada tanggal 30 Oktober 2016 pukul 12.24.

Munasir, S. Pd., “Makalah Agama, Filsafat, dan Ilmu”, Sukses Pend diakses dari http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/makalah-agama-filsafat-dan-ilmu.html, pada tanggal 27 Oktober 2016 pukul 09.40.

Lubis, Achyar Yusuf. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.

Tati Suryati, S. Pd. “Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat, Ilmu, dan Agama”, Cerita Bersama Tati Suryati diakses dari http://ceritabersama-tati.blogspot.co.id/2012/12/persamaan-dan-perbedaan-antara-filsafat.html, pada tanggal 27 Oktober 2016 pukul 70.58.

 

[1] Amsal Bachtiart, Filsafat dan Agama, (Jakarta: Rajawali Pers. 2007), hal. 6.

[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010), hal. 2.

[3] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 15.

[4] Tati Suryati, S. Pd. “Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat, Ilmu, dan Agama”, Cerita Bersama Tati Suryati diakses dari http://ceritabersama-tati.blogspot.co.id/2012/12/persamaan-dan-perbedaan-antara-filsafat.html, pada tanggal 27 Oktober 2016 pukul 70.58.

[5] Munasir, S. Pd., “Makalah Agama, Filsafat, dan Ilmu”, Sukses Pend diakses dari http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/makalah-agama-filsafat-dan-ilmu.html, pada tanggal 27 Oktober 2016 pukul 09.40.

 

[6] Lubis, Achyar Yusuf,  Filsafat Ilmu,  (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 23.

[7] Muhammad Ikhwan, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama”, Inspirasi Hidup diakses dari http://ikhwanmr.blogspot.co.id/2016/02/hubungan-filsafat-ilmu-dan-agama.html, pada tanggal 30 Oktober 2016 pukul 12.24.

 

[8] Endang Saifuddin Anshari, Op. Cit., hal. 54.

[9] Muhammad Ikhwan, Op. Cit., pada tanggal 30 Oktober 2016 pukul 12.24.